Jumat, 10 Oktober 2014

Jodoh, Mati ada di Tangan Allah

Matahari mensengatkan panasnya ke bumi, begitu terik tak tertahankan dikepala. Seakan akan kepala ini akan pecah menerima percikan sinar panasnya sang pemimpin tata surya itu.

Saat terikan matahari menyengat di kepala, tiba-tiba ponsel yang sembari tadi tak ada dering apapun. Tiba-tiba berdering pesan singkat, seakan mengagetkan lamuanku akan panasnya matahari di tanah orang, Tangerang.

Ternyata pesan singkat itu datang dari salah seorang sahabat kecilku. Dia memberi kabar bahwa teman cewek ku saat masih duduk di zaman putih biru telah menikah,  Elis. Gadis yang pernah jadi kembang sekolah itu ternyata sekarang sudah menjalani hidup barunya dengan sang juragan sate di kampungnya, Brebes.

Entah perasaan kaget, heran, terkejut semua menjadi satu. Bukan karena dulu aku pernah naksir dengan kembang sekolah itu, melainkan kaget karena di usia yang termasuk dini dia sudah berani melangkah ke pelaminan.

Selamat menempuh hidup baru kawan, semoga menjadi istri yang solehah yang mampu menjadikan pakaian untuk suamimu.



”Jodoh, Rezeki dan Mati siapa sih yang tahu” mungkin itulah kalimat yang kita sering dengar di sekeliling lingkungan kita. Siapa sih yang akan tahu akan jodoh kita ? Siapa sih juga yang tahu akan rezeki kita ke depan ? dan siapa pula yang akan benar benar tahu akan ajal yang menjemput kita ? kita hanya hamba yang menjalani hidup sesuai aturan sang pencipta langit, Allah SWT.

Sehari setelah berita teman cewek yang dulu pernah nge-Band bareng semasa SMP dan sekarang sudah menikah. Kabar selanjutnya pun tak terkira dan tak pernah ku bayangkan. Teman sekolah dan teman nyantri bareng di Al hikmah 2, meninggal dunia. Innalilahi wa inalilahi rajiun. Fitria Martiani teman yang hanya sebatas kenal saja menghadap sang kuasa, karena kecelakaan di daerah Priuk, Jakarta Timur.

Cewek asli madura ini dulu pernah menjalani kedekatannya dengan teman cowok ku juga. Dan disengaja ataupun tidak terkadang aku dan teman-teman pernah mengunjingnya, tentunya mengunjing di belakangnya. Fitri itulah nama yang sering menjadi tread topik obrolan kami di kamar asrama. Sungguh sangat tak percaya dalam diriku ternyata Fitri sudah berpulang ke Rahmatullah.

Rasa menyesal, kecewa, kaget pun lagi lagi mengidap di dalam hatiku. Menyesal dulu pernah mengunjingnya dan belum sempat meminta maaf kepadanya. Kecewa sungguh sangat kecewa, mengapa dulu pernah mengunjing dibelakangnya. Kaget pasti kaget karna  tak pernah ku menyangka dia begitu cepat berpulang ke Rahmatullah.

Tapi apalah arti nasi yang sudah menjadi bubur. Ajal kematian tak ada yang tahu, semua adalah misteri dari sang illahi. Kini hanya ada iringan doa yang hanya sanggup ku persembahkan untukmu kawanku, Fitria Martini.

Fitria Martiani semoga kau tenang di alam sana, maafkan kami teman-teman mu yang dulu pernah mengunjingmu. Yang dulu pernah menyakitimu baik sengaja maupun tidak. Dan terimaksih pula mungkin dari sebagian temanmu pernah kau buat ceria, pernah kau buat riang dan memberikan kesan berarti di teman temanmu. Hanya suratul Fatihah lah yang bisa kami persembahkan untuk mu. Maaf kawan kami pun tak bisa mengantarkan engkau di tempat persitirahatan terakhir mu. Selamat jalan kawan.


                                                                    Fitria Martini.

Aku Rindu Engkau, Abah

Dalam kesunyian jiwa di tanah perantauan orang
Aku sungguh rindu dengan engkau
Rindu akan cahaya jiwa yang pernah kau beri
Di dalam hati
Pemberian yang suci

Tanah orang yang kini ku tinggal
Berjuta ajaran dan aliran berada di sini
Ku rindu dengan petuah mu
Kitab – kitab yang pernah kau ajarkan
Rinduu
Sungguh rindu

Setiap ku melangkah
Hampir selalu ku ingat engkau
Nyawa hidup ini serasa hilang
Tanpa ada bimbingan dari engkau

Dan tak lupa pula
Dalam setiap sujud ku
Ku kan selalu mendoakan engkau
Berdoa


Oh., pelita cahayaku
Doakan lah perahu ini juga
Untuk selalu berlayar walau badai menghadang
Agar selalu mengepakan layar perahu
Mencari ikan ikan di samudra yang luas


Rindu.,